Semenjak berkeluarga, rasanya orientasi hidupku mulai berubah. Hal terpenting buatku adalah kesehatan mereka, dan alhamdulillah ini menjadi modal penting untuk memotivasi semangat juangku dan Allah pun jarang sekali kasih jatah aku sakit. Alhamdulillah..
Suamiku yang memang langganan asam lambung, maag dan kawan-kawannya pernah mengalami mual muntah hampir 2 minggu. Suamiku termasuk orang yang jarang sekali mau berobat, karena kalau sakit ringan saja menurutnya harusnya bisa diatasi sendiri. Pertengahan Desember 2018 lalu, ketika Ayyash berusia 4 bulanan, asam lambung suamiku kambuh, dan dihari kedua kami segera ke dokter umum karena tidak ada asupan yang masuk sama sekali ke tubuhnya. alhamdulillah selang beberapa hari kondisinya membaik dan ia bisa kembali bekerja.
Akhir Desember, sebelum obat asam lambungnya habis, kami berjalan-jalan ke TMII karena memang sudah lama ingin mengajak ibuku berlibur. Qadarullah, obat asam lambungnya tertinggal, dan jadilah siang itu dia melewatkan obatnya. Dengan ditambah kondisi badannya yang kelelahan karena menyopir cukup lama, ia kembali drop, mual muntahnya mulai tak terkendali. Kami pun bergegas ke dokter terdekat di sekitar Pakualam, Serpong, dan ia mendapat ijin bekerja untuk 2 hari. Dihari ketiga suamiku yang rajin donor darah itu tanpa pikir panjang menjalankan agenda rutin dikantornya itu. Beberapa saat setelah mendonorkan darahnya, ia muntah hebat dan pulang kerumah dalam keadaan lemas. Malamnya, tak ada asupan yang masuk sama sekali. Esok harinya aku membawanya ke Selaras BSD dan suamiku kembali mendapat obat pereda asam lambung dan surat keterangan dokter. Dua hari berselang dan kondisinya masih sama. Suamiku yang biasanya dengan suka cita menggendong Ayyash, saat itu sama sekali tidak bangkit dari tempat tidur saat Ayyash merengek minta digendong bapaknya. Aku sangat beruntung karena dirumah ada Ibuku yang mengurus Ayyash dan telaten sekali memasakkan bubur untuk suamiku. Pikiranku di kantor sangat kalut dan gelisah. aku sering sekali izin pulang cepat padahal aku baru beberapa bulan masuk kerja setelah cuti melahirkan. Sambil memandangi foto-foto di gallery HPku, aku baru menyadari bahwa mata suamiku berwarna kuning. Aku segera browsing segala sesuatu tentang muntah, mata kuning dan lain sebagainya. Aku juga segera berkonsultasi dengan dokter kantorku.
Aku pulang dan mengecek mata suamiku dan benar, kuning. Suamiku sangat lemas, tapi masih menolak kubawa ke dokter dengan alasan sudah 3 kali ke dokter dan sama saja. Aku membujuknya untuk ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam di RS yang memang lokasinya agak jauh dari tempat kami. Akhirnya kakak iparku membujuk untuk membawanya ke klinik Diana Permata Medika dulu dan suamiku menurut. Malam itu aku yang sudah berhasil menidurkan Ayyash, mendapat pesan dari suamiku "Bu, aku ga kuat", saat itu juga aku bergegas ke rumah kakakku, dan menitipkan Ayyash ke Ibu dan kakakku. Jam 10.00 WIB aku tiba di Klinik dan kulihat antrian memang panjang sekali. Aku duduk disamping suamiku dan tak berapa lama ia berjalan cepat ke kamar mandi. Kutungguinya di depan pintu. Sedih sekali mendengar ia muntah-muntah berhari-hari. Ia dipapah kakak iparku ke ruang dokter. Aku membeli air mineral di toko depan Klinik. Sekembalinya dari Klinik kutanyakan padanya apa anjuran dokter, dan benar di harus ke spesialis penyakit dalam.
1. Dr. dr. H. Chudahman Manan, Sp.PD., KGEH. FINASIM di RS. EMC Tangerang (Saat Suamiku Hepatitis A)
Ibuku meyakinkanku akan mengabariku kalau terjadi sesuatu pada suamiku. Hari itu hari Jumat, sekitar minggu kedua bulan Januari 2019, setelah browsing review dokter di berbagai website, kuputuskan untuk memilih Dr. dr. H. Chudahman Manan, Sp.PD., KGEH. FINASIM, bukan hanya karena gelar akademisnya yang panjang dan dari Universitas-ternama Indonesia dan Jepang, tapi juga karena reputasinya yang dari berbagai artikel bagus. Jadwal prakteknya di RS.EMC Tangerang memang unik, hampir tengah malam, dan beliau melayani pasien bahkan sampai pagi. Aku tak peduli suamiku setuju atau tidak, aku segera menelpon RS dan meminta untuk dijadwalkan malam itu untuk konsultasi dan endoskopi.
Jumat malam sekitar 09.30 aku menitipkan Ayyash kembali di rumah kakakku untuk menemani suamiku ke RS. EMC Tangerang. Pelayanan yang cukup ramah membuatku tak canggung bertanya ini itu dari mulai pendaftaran sampai ke ruang praktek dr. Manan (baru tahu nama panggilan beliau di meja resepsionis, aku bahkan sampai mengeja namanya dan gelar spesialisnya karena resepsionisnya bingung). Antrian sudah cukup panjang tetapi suster-susternya cukup helpful dan charming melayani kami sebelum diperiksa oleh dr. Manan. Tibalah saat suamiku di panggil ke ruang observasi. Kesenioran beliau dari yang kubaca diartikel memang benar adanya, terlihat dari cara beliau menyampaikan penjelasan tentang fungsi organ-organ dalam. Dengan santai beliu memeriksa suamiku. Meskipun malam sudah larut sekali, namun nampaknya energy belum berkurang sedikitpun, dan kemudian mewanti-wanti kami untuk tidak lagi meminum kunyit sebagai obat sakit perut, karena sakit perut ada bermacam-macam dan belum tentu obatnya kunyit. Beliau menanyakan kembali apakah kami yakin akan endoskopi dengan biaya pribadi atau mengurus BPJS terlebih dahulu. Aku meyakinkan kalau kami akan mengurus secara pribadi. Malam itu juga suamiku diminta untuk melakukan cek darah di lab yang hasilnya akan keluar esok hari. Kami harus menebus obat di bagian apotek dan melakukan pembayaran untuk konsultasi, pemeriksaan, cek lab, dan obat yang total kurang lebih 2 jt. Suamiku diminta berpuasa sebelum melalukan endoskopi, jadi endoskopi dijadwalkan esok hari setelah hasil lab keluar.
Sabtu, ba'da dzuhur, Aku menerima telpon dari RS dan menyampaikan bahwa suami tidak perlu endoskopi tetapi harus segera dirawat karena suamiku mengidap Hepatitis. Suamiku menolak, ketika telpon diseberang sudah ditutup. Aku bersikeras akan mengambil hasil labnya sendiri ke RS dan berkonsultasi. Akupun diantar kakak iparku. Setelah mendengar penjelasan suster aku memutuskan untuk rawat inap dengan biaya pribadi, agar suamiku ditangani langsung oleh dr. Manan, karena tentunya berbeda dengan layanan BPJS. Aku segera meminta kakak iparku menjemput suamiku dan meminta suamika bersiap dengan baju-bajunya. Dibagian registrasi rawat inap aku diminta membayar deposit maksimal 6.500.000, minimal 20%. Aku segera membayarkan maksimal deposit ketika suamiku datang. Dia panik dan menanyakan kenapa bayar, karena sebelumnya aku bilang pakai BPJS. Suamiku diminta untuk ke ruang IGD untuk dilakukan pemeriksaan sebelum ke ruang rawat inap. Aku yang masih diloket pembayaran sedang panik karena, petugas loket mengatakan bahwa deposit tersebut diluar tindakan tertentu. Karena terlalu panik dan tidak ada pengalaman mengurus ini itu di RS, aku membayangkan biaya yang habis hingga puluhan lagi atau ratusan yang aku tidak bisa bayangkan. Berbekal beberapa bacaan artikel tentang pengobatan Hepatitis, aku segera menghubungi atasanku yang super baik, Pak Moko, dan menceritakan kondisiku. Pak Moko dengan segera mentransfer 5 jt untukku berjaga-jaga. Meskipun di rekening masih ada beberapa, tapi aku yang terbiasa haru well-prepared ini masih ketakutan uangku tak cukup. Aku menghubungi temanku Eka, dan dia segera mentransfer 3 jt. Suamiku segera mendapat kamar kelas II dan segera ditangani dengan baik.
Di hari Minggu, Raina datang dengan membawa banyak sekali makanan, dan meninggalkan CC untukku dengan mengirimku WA yang berisi PINnya. Sungguh aku dikelilingi orang-orang baik. Dukungan dari atasan dan teman-teman suamiku juga luar biasa. Mereka datang menjenguk dari Jaksel. Atasannya sangat perhatian menanyakan kondisi suamiku setiap hari dan meyakinkanku untuk tidak segan meminta bantuannya. Bapakku datang dari kampung, dan adikku dari Jakut menggantikanku sementara berjaga. Karena setiap pagi aku harus pulang, membersihkan rumah, mencuco baju, dan meninggalkan ASIP untuk Ayyash (beberapa kantong besar ASIP ku buang karena aku tidak yakin ke-higienis-annya saat memompa di RS). Kondisi suamiku berangsur-angsur membaik, dan diperbolehkan pulang Selasa malam. Aku mengurus check-out di loket, dan alhamdulillah... ternyata depositku masih tersisa sekitar 1,5 jt. Aku bersyukur sekali. Kami kembali dengan bahagia, dan aku segera mengembalikan uang Pak Moko, Eka, dan CC Raina... terima kasih sekali pada mereka. Beberapa hari kemudian, setelah suamiku bekerja kembali, atasannya meminta semua kwitansi pengobatannya untuk diserahkan ke bagian GA. dan seluruh pengobatan yang total sekitar 10 jt direimburst oleh kantornya. Alhamdulillah....
2. dr. Liliyani Alam di Villa Melati Mas, BSD
21 Agustus 2020, tepat ketika Ayyash berulang tahun yang kedua, pagi hari, aku ditelpon dokter kantorku, dr. Ranny, yang mengabarkan kalau aku masuk tracking Covid-19 karena kontak erat dengan positive Covid-19. Rasanya panik, dan tidak karuan sama sekali, aku yang berencana mengadakan syukuran kecil-kecilan langsung menghubungi kakakku agar ia dan anak-anaknya jangan ada yang kontak denganku. Aku sudah memperlakukan diriku dan keluargaku sebagai positive. Aku segera meminta suamiku pulang dari kantor saat itu juga dan menghubungi RS terdekat untuk SWAB PCR yang alhamdulillah kami semua negative.
Ketika menunggu hasil SWAB PCR, aku melihat ada sedikit luka di atas bibir Ayyash yang kupikir luka biasa. Nyatanya, setelah beberapa hari luka itu melebar dan tak kunjung kering. Aku membawanya ke bidan terdekat karena masih terlalu takut untuk ke RS. Beberapa jenis obat dan sebuah salep menjadi harapan buat kami agar luka Ayyash lekas membaik. 3 hari berselang dan luka Ayyash makin melebar, sampai ke dagu, telinga, tangan, dan kaki. Sedih sekali ketika bertemu orang, dan raut muka mereka seakan iba dan jijik. Ayyash tetap ceria, dia masih tetap menyusuku, dan makan seperti biasa, dia bahkan bisa menahan diri untuk tidak menggaruk lukanya. Hanya saja ketika tidur, karena ia sudah tak mau kupakaikan sarung tangan, beberapa kali ia menggaruk lukanya, yang tentunya mengakibatkan lukanya semakin parah. Lukanya yang seperti koreng berwana merah itu mulai mengeluarkan nanah kuning. Hari ke empat setelah berobat ke bidan aku mendapat rekomendasi dokter yang dulu menyembuhkan keponakanku dengan kasus yang sama. Melalui kakakku, aku mendapat nomor pendaftaran dengan jadwal jam 10. Suamiku mengambil cuti dan aku meminta izin jam 09.30 sampai selesai.
Namanya dr. Liliyani Alam, tempat praktiknya di Villa Melati Mas, BSD. Penerimaan pendaftaran hanya di jam 08.00, dan pemeriksaan dimulai jam 09.00 atau jam 10.00 sampai selesai. Sebelumnya beberapa kali Ayyash sakit, kakakku merekomendasikan dokter ini, tetapi karena biasanya kau hanya bisa mengantar malam, aku memilik DSA di Anaku Sayang. Tak seperti biasanya ketika masuk keruang observasi, dengan dr. Liliyani, Ayyash sama sekali tak merasa takut. Ia bahkan dengan sengan hati menunjukan luka lukanya di tangan, kaki, dan telinga ke beliau setelah dengan riang beliau mengajak 'tos'. Ayyash langsung menaiki tangga menuju tempat tidur tanpa diminta, membuka mulutnya lebar ketika belaiu membawa senter. Beliau juga senang sekali menceritakan penyebab sakit, apa yang boleh dimakan, apa yang dilarang dimakan, dan banyak sekali cerita seputar penyakit. Beliau juga sabar sekali meladeni pertanyaanku dan suamiku, juga keusilan Ayyash yang bermain tinmabangan, naik turun tempat tidur. Oleh-oleh dari beliau adalah antibiotik, 1 jenis obat, NACL dan informasi yang tak ternilai harganya. Sim salabim, aku dan suamiku mengelap luka Ayyash hampir setiap saat, terutama ketika Ayyash tidur, kami juga disiplin memberinya antibiotik dan obat, dan 1 hari setelahnya luka Ayyash mengering. Luar biasa, di hari kedua, Luka Ayyash tinggal menunggu mengelupas dengan sendirinya. Di hari ke tiga ketika Ayyash haru kontrol, lukanya sudah hampir bersih dan dr. Liliyani menyarankan untuk melanjutkan NACL dan dia menambahkan salep racikannya sendiri. Tidak sampai tiga hari luka Ayyash sudah benar benar bersih. Selanjutnya beberapa kali Ayyash sakit, kami hanya mempercayakannya pada beliau.
Kali ini, hari Minggu, 14 Februari 2021, aku yang masih malas-malasan bangun akhirnya berhasil bangkit dan mandi sekitar jam 08.00. Sesuai rencana, kami bertiga ke Pasar 8 Alam Sutera untuk belanja bahan makanan. Saat itu kondisi Ayyash sedang diare ringan. Aku menolak ajakan suamiku untuk sarapan dulu sebelum belanja dengan alasan takut Ayyash keburu pup. Jadilah kami belanja, dan benar, ketika kami sedang di toko baju, Ayyash pup dan bisa terdengar dari bunyi dan terium dari aromanya, pup nya masih encer. Kamipun bergegas pulang. Aku mengurus Ayyash terlebih dahulu, dan suamiku membereskan rumah. Ayyash yang masih nen merengek ingin nen setelah mandi. Aku baru bisa menyiapkan sarapan sekitar jam 10.00, beberapa lauk, dan sambal petai selesai dengan aroma yang luar biasa menggoda. Aku makan sedikit karena memang aku sedang mengurangi porsi makanku. Sedangkan suamiku makan dengan kalap dan sambal yang banyak. Beberapa jam setelahnya ia muntah-muntah, selepas dzuhur badannya panas dan dia mengeluh nyeri di perutnya. Jurus browsingku keluar dan aku merebus jahe dan sereh untuk ia minum. Malam itu mual muntahnya semakin menjadi. Aku panik dan teringat waktu ia terkena Hepatitis A dulu. Aku mengajaknya kedokter tapi langsung ditolaknya dengan alasan tidak sesakit dulu dan matanya tidak menguning. Hari Senin aku mengambil cuti, karena Ayyash masih rewel, suami masih muntah hebat, dan ada jadwal zoom meeting dari kampus yang harus kuhadiri karena aku salah satu panitianya. Zoom meeting selasi jam 12.30, dan aku harus segera menyiapkan laporan kepada koordinator acara. Jam 13.00 setelah shalat aku mengajak suamiku ke Klinik Diana Permata Medika dengan paksa, karena sudah tak mungkin dapat nomor antrian di dr. Liliyani. Pemeriksaan dilakukan, tanpa pertanyaan banyak, dan beberapa kali aku mengajukan pertanyaan dan meyampaikan informasi tapi tidak mendapat jawaban yang memuaskan dari dokter. Sepertinya dokter yang ini tipe dokter yang tidak suka terlalu banyak bicara.
Malamnya, suamiku masih muntah hebat, dan tidak ada asupan yang masuk selain air rebusan jahe, madu dan safran yang kubuat, serta pisang ambon. Malam itu juga aku mencari ubi ungu dan singkong untuk ku rebus esok hari. Pagi hari aku memaksakan diri masuk kerja dan berjanji akan pulang lebih cepat. Jam 08.00 aku segera melakukan pendaftaran di dr. Liliyani dan meminta untuk dijadwalkan jam 13.00 saja. Jam istirahat aju izin pulang dan membawa suamiku ke dr. Liliyani. Beliau memeriksa perut suamiku cukup lama, lalu menjelaskan bahwa lambung suamiku sangat keras, jadi tidak mungkin ada makanan yang masuk. Dia menawarka untuk menyuntik suamiku yang langsung aku setujui. Aku kurang mengerti nama injeksinya, karena aku awam sekali, tapi itu pertama kalinya aku melihat suntikan di area dada/perut. Setelah itu beliau meresepkan antibiotik dan beberapa obat. Sesampainya di rumah, suamiku langsung meminum 3 obat sebelum makan, makan dan minum antibiotik, dan sim salabim, tidak ada muntah lagi. Sampai di hari ke 2 ini, suamiku tidak lagi muntah, meskipun belum berani makan nasi, atau makanan berserat, dan hanya makan bubur, kentang rebus, dan ubi rebus. Besok adalah jadwal kontrol suamiku, dan semoga segera sembuh seperti sedia kala.
Buatku dr. Liliyani untuk dokter umum dewasa dan anak dan dr. Manan untuk penyakit dalam are highly recommended.