Tuesday, January 16, 2018

Push Yourself Beyond Your Limits

I was asked to make an article to be broadcasted in my office. I made it in two hours because the idea was already on my mind. I thought my article was good enough, and the broadcaster thought so. Unfortunately, the PIC gave no comment and no answer. I wrote it on 29th of December, but it hasn't broadcasted until now. I swore to myself to post it on my blog if there is no response, and here we go...

Push Yourself Beyond Your Limits

“Ah… tugas ini berat sekali”
“Ah… mana mungkin aku sanggup”
Seringkali terbersit pikiran-pikiran semacam itu dikepala kita ketika kita mendapatkan kesulitan dalam mengerjakan tugas atau pekerjaan.
Dalam hal pengetahuan.
Pernahkah kita merasa kesulitan mencerna isi buku ketika kita membacanya? Bisa jadi, sebagian dari kita menjawab”iya” (termasuk saya, red-) lalu berhenti membacanya dan kita tidak mendapatkan apa-apa dari buku tersebut. Bagaimana kalau kita tetap memaksakan diri untuk membacanya dan bersusah payah mencerna isinya? Kemungkinan besar kita akan memahami isinya dan pengetahuan yang ada didalamnya. Bukankan you are what you read ? Jadi kita bisa mengukur pengetahuan kita dari apa yang kita baca. Boleh saja kita membaca majalah gossip, atau buku-buku kumpulan cerpen, tapi akan lebih baik kalau kita mulai menambah referensi membaca kita agar asupan pengetahuan yang masuk ke kepala kita semakin melimpah.
Dalam hal pekerjaan.
Ketika kita diminta untuk mengerjakan pekerjaan yang belum pernah kita kerjakan sebelumnya, seringkali kita (mungkin cuma saya, red-) mengeluh dan merasa bahwa pekerjaan itu terlalu berat untuk kita, lalu menolak. Sesungguhnya penolakan ini adalah pemicu dari keterbatasan kemampuan kita. Jika kita berusaha memahami pekerjaan ini dan mencari tahu bagaimana cara menyelesaikannya, maka kemampuan kita akan ter-upgrade dengan sendirinya. Semakin sering kita mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang impossible (dan positif) untuk kita, semakin bertambahlah kapasitas dan kualitas kita dalam hal perkerjaan.
Belajar dari The Minions

Bagi Sport Lovers atau Badminton Lovers pasti tau siapa “The Minions”. The minions adalah nickname untuk pasangan ganda putra Indonesia yang saat ini menduduki peringkat 1 Dunia. Mereka adalah Kevin Sanjaya Sukamuldjo dan Marcus Fernaldi Gideon. Dengan tinggi badan 170 cm dan 167 cm sebagai atlet badminton, mereka tergolong “mini”, ditambah aksi-aksi mereka yang atraktif di lapangan dan sering menbuat fans mereka “jantungan” dan akhirnya bangga dengan kesuksesan mereka menaiki podium dibeberapa turnamen menjadikan julukan “The Minions” sangat pas untuk mereka. Apa yang membuat mereka berhasil?
Bagi Kevin (22 tahun) yang menurut ibunya adalah anak bungsu yang tadinya manja, tekad menjadi atlet badminton sudah sangat bulat sejak ia masih anak-anak. Meskipun gagal masuk PB Djarum ketika ia berusia 11 tahun, ia tetap bersikeras untuk mencoba lagi ketika ia berusia 12 tahun dan berhasil. Bakatnya ditambah keuletanya mengantarkanya ke pelatnas Cipayung. Bagi pelatih-pelatihnya ia adalah anak yang pantang menyerah untuk menempa skill nya, selalu meminta menambah porsi latihan dan baginya kekalahaan adalah hal yang sangat menyakitkan. Konon, pelatihnya pernah melihatnya menangis dipojok lapangan ketika ia pertama kali menelan kekalahan. Meski awalnya berhasrat untuk menjadi pemain tunggal tapi ia tetap menerima tantangan pelatih untuk mencoba sektor ganda. Keuletan dan bakatnya terbukti, meski baru dipasangkan dengan pemain senior Greysia Polii di ganda campuran mereka berhasil mengalahkan unggulan pertama Tiongkok dia BCA Indonesia Open 2014 dengan terlebih dahulu kalah di game pertama.
Marcus (26 tahun) bukan nama baru di ganda putra Indonesia. Sempat meninggalkan pelatnas karena kecewa tidak diikutsertakan dalam turnamen bergengsi All England, ia tetap berprestasi berpasangan dengan pemain senior Markis Kido. Pengalaman pahit diremehkan karena posturnya yang pendek dan dianggap tidak memiliki skill yang bagus sampai dia harus berlatih dengan tembok, tidak menyurutkan keinginannya untuk berprestasi. Kegigihanya yang membuatnya terus berprestasi meski diluar pelatnas  dan membuat salah satu pelatih di pelatnas memanggilnya kembali dan memasangkanya dengan Kevin yang sedang tidak memiliki pasangan.
Perjuangan mereka menjadi ganda putra nomor 1 dunia dan Male Player of the Year 2017 versi BWF tidaklah mudah. Di awal mereka dipasangkan di tahun 2015, permainan mereka masih mudah diatasi oleh lawan. Pemain unggulan Denmark (Mathias Boe/Carsten Mogensen) memanfaatkan kelemahan Kevin dengan menariknya ke baseline membuatnya harus jumping smash berkali kali yang akhirnya mati sendiri atau dengan membuat Marcus bermain di depan net dan membuat kesalahan sendiri. Kini, strategi ini dapat mereka mentahkan. Markus yang tadinya diposisikan sebagai tukang gebuk dengan smash tajamnya selalu menambah porsi latihanya untuk memperkaya skillnya didepan net. Bahkan, return service-nya pun kini dapat langsung mematikan lawan. Ia juga banyak mempelajari pukulan-pukulan ajaib Kevin. Kevinpun demikian, ia dengan gigih berlatih smash tajam ala Marcus. Ia bahkan kini mampu mematikan lawan dari baseline. Permainan mereka kini semakin solid. Terbukti mereka selalu menyemangati satu sama lain ketika dilapangan dan mereka selalu bertekad apabila dipertandingan saat ini mereka kalah maka dipertandingan berikutnya mereka harus menang. Tikungan-tikungan tajam skor dalam beberapa game, memaksa rubber game meski fisik sudah lelah, mengganti-ganti strategi untuk mengatasi lawan ketika mereka mengalami cidera membuktikan bahwa mereka memiliki fighting spirit yang luar biasa. 7 gelar juara super series dari 9 final dan 11 turnamen yang diikuti dari total 13 turnamen super series yang digelar dalam 1 tahun kalender adalah rekor dunia baru yang mereka ciptakan.
The Minions, terlepas dari kontroversi gaya bermain mereka yang sering dibilang suka memprovokasi lawan, mereka adalah anak-anak muda yang gigih dan ulet menempa diri mereka, memperkaya skill mereka, dan memperkuat mental mereka. Postur tubuh tak pernah menghalangi mereka untuk berprestasi. Karena mereka selalu push themselves beyond their limits.

How to train ourselves to push ourselves beyond our limits.
Menurut seorang Leadership Coach, Derek Lauber, ada beberapa cara untuk melatih diri kita untuk Push Ourselves beyond Our Limits:
·      Create the goal
Tentukan gol kita. Menurut Lauber ini akan membantu kita meberi energy ekstra secara mental untuk mendorong kita berusaha lebih keras lagi.
·      Push in short bursts
Menurut Lauber, kita juga perlu mentolelir diri kita sendiri. Ketika kita sudah menentukan gol kita dan sudang menentukan kapan harus selesai, tapi kita menemui jalan buntu. Kita bisa berhenti sejenak sambil mencari jalan keluar.  Lalu buat target waktu lagi dan selesaikan sebaik mungkin. However, don’t make too much excuse for yourself. Membuat terlalu banyak excuse untuk diri kita sendiri juga tidak baik.
·      Challenge yourself to take one more step
Ketika kita merasa kita sudah berada di batas kemampuan kita, ketika kita merasa kita sudah kepayahan dan menemui jalan buntu, cobalah untuk mencoba lagi, melangkah lagi sampai kita melangkah sedikit lebih jauh.
·      Learn to play with pain
Cobalah untuk menikmati kelelahan-kelelahan kita dalam mengerjakan sesuatu, suatu ketika nanti kita dapat dengan bangga menceritakannya ke anak cucu kita. Dan kelalahan-kelelahan inilah yang menempa kita untuk berada di level yang lebih tinggi.

Well, mulai sekarang anda bisa memulai dengan membuat gol anda dalam pekerjaan, pendidikan, atau kehidupan, trust me, it works. demikianlah great people, stay positive and push yourself beyond your limits.

Never set limits, go after your dreams, don't be afraid to push the boundaries. And laugh a lot - it's good for you!
-Paula Radcliffe-

References:
https://en.wikipedia.org/wiki/Kevin_Sanjaya_Sukamuljo retrieved on December 29th, 2017 (09.18 a.m);
https://en.wikipedia.org/wiki/Marcus_Fernaldi_Gideon retrieved on December 29th, 2017 (09.10 a.m);