Monday, November 25, 2019

A Cup of Love for My Other Half.



Tiba-tiba tangan kekar memeluku dari belakang, suamiku baru mau tidur rupanya.
“mmmh.. baru inget punya istri ya?” tanyaku yang masih mengantuk.
“mmm… ndak” kayanya ceria sambil mencium pipiku. 

Entah  jam berapa itu yang pasti aku berfikir kalau suamiku baru selesai main game dan aku mengantuk sekali. Akupun kembali tertidur pulas.
Mimpiku yang tak bisa kuingat berakhir saat anaku menangis meminta menyusu. Aku menyusuinya dan teringat belum shalat Isya. Setelah anakku kembali tertidur akupun beranjak dari tempat tidurku untuk menunaikan shalat Isya. Jam menunjukan pukul 02.00 dini hari. Selepas shalat Isya aku berniat menjemur baju dan memompa ASI-ku. Tapi apalah daya, mata ini tertarik sekali pada suami dan anakku yang tertidur pulas. Aku kembali ketempatku : ditengah-tengah mereka. Aku memeluk anakku sambil menciumi kening dan pipinya. Suamiku memelukku dari belakang. Momen yang terjadi setiap kami tidur ini yang membuat hati tenang dan bahagia.
Adzan subuh berkumandang, Anakku masih menyusu, tak mau lepas. Entah sudah berapa lama. Kubiarkan saja sampai aku ikut tertidur. Aku kembali bangun, rasanya sudah siang sekali. Sederet pekerjaan rumah sudah mengisi kepalaku. Aku belum shalat subuh pula. Aku langsung bangkit untuk shalat subuh. Meski aku ingat hari ini suamiku libur tapi aku tetap bertekad tidak akan meninggalkan banyak pekerjaan rumah untuknya.
Selepas shalat aku menyalakan kompor untuk memasak air agar hangat untuk memandikan anakku nanti. Kubereskan cucian piring. Kulihat kain pel sudah tergantung sepertinya suamiku sudah mengepel lantai, dan memang lantai terasa lebih bersih karena memang suamiku mengepel lebih bersih daripada aku. Lalu aku bergegas mandi. Kubuka mesin cuci untuk mengeluarkan cucian bersih karena akan kujemur setelah selesai mandi. Ternyata mesin cuci telah kosong. Entah jam berapa suamiku menjemur dan mengepel. Rasa bersalahku menuduhnya bermain game sampai larut menyeruak didadaku. Kuperiksa jemuran, dan ternyata sudah hampir kering. Pastinya semalam aku tertidur pulas dan suamiku melakukan semuanya. Segera kuraih wajah suamiku yang masih mengantuk dan kucium pipi dan keningnya. Lalu dia segera bangun.
“maaf, maaf aku pulas sekali” katanya kaget sambil seketika bangun dari tempat tidur
“masih bisa tidur lagi mas kalau mengantuk, maaf ya semalem aku ga tau kamu jemur dan ngepel, makasih ya” aku menambahinya dengan cengiran.

Aku mempersiapkan pakaian, susu dan makanan anakku, untuk sarapan suamiku aku titipkan ke kakskku yang memang berjualan makanan untuk sarapan. Suamiku bergegas mandi, kutitipi banyak pesan, dan aku berjanji akan pulang saat istirahat nanti. Suamiku terlihat bahagia.
Di perjalanan menuju kantor aku teringat beberapa hari sebelumnya, ketika hari libur dan aku ingin bangun siang. Ternyata rumah sudah bersih, suamiku sudah menyapu, mengepel, mencuci piring, mencuci botol dan pompa ASI-ku, menjemur pakaian melipat pakaian kering. Aku bangun dengan malu dan segunung perasaan bersalah. Suamiku hanya tertawa dan berdalih ia bangun kepagian.
Begitu baik suamiku, sampai kakakku sering memujinya. Karena tangannya begitu ringan membantuku. Bahkan pekerjaan rumah lebih beres ditangannya. Suamiku sangat lihai menidurkan anakku, memandikannya, mencebokinya dan semuanya. Hampir semua tugasku dia bisa melakukannya bahkan dengan lebih baik dan dengan begitu bahagianya.
Suatu ketika aku terbangun tengah malam. Dadaku sesak sekali, hatiku sangat gelisah. Kupandangi wajah anakku, aku memohon pada Allah agar aku dikaruniai waktu yang cukup untuk menjaganya, menemaninya, membimbingnya, aku ingin selalu menjaganya. Lalu kupandangi suamiku yang tidur disisiku yang lain. Lalu aku memohon pada Allah agar mengambilku dulu saja, jangan suamiku. Agar Allah mengkaruniai suamiku kesehatan, keselamatan dan umur yang panjang lagi bermanfaat. Kupandangi wajahnya, wajah yang tak pernah marah padaku, wajah yang selalu menggodaku. Kucium keningnya, pipinya dan tangannya… ya Allah…betapa beruntungnya aku….