Tiba-tiba tangan kekar memeluku dari belakang, suamiku baru
mau tidur rupanya.
“mmmh.. baru inget punya istri ya?” tanyaku yang masih
mengantuk.
“mmm… ndak” kayanya ceria sambil mencium pipiku.
Entah jam berapa itu yang pasti aku berfikir kalau
suamiku baru selesai main game dan aku mengantuk sekali. Akupun kembali
tertidur pulas.
Mimpiku yang tak
bisa kuingat berakhir saat anaku menangis meminta menyusu. Aku menyusuinya dan
teringat belum shalat Isya. Setelah anakku kembali tertidur akupun beranjak
dari tempat tidurku untuk menunaikan shalat Isya. Jam menunjukan pukul 02.00
dini hari. Selepas shalat Isya aku berniat menjemur baju dan memompa ASI-ku. Tapi
apalah daya, mata ini tertarik sekali pada suami dan anakku yang tertidur
pulas. Aku kembali ketempatku : ditengah-tengah mereka. Aku memeluk anakku
sambil menciumi kening dan pipinya. Suamiku memelukku dari belakang. Momen yang
terjadi setiap kami tidur ini yang membuat hati tenang dan bahagia.
Adzan subuh
berkumandang, Anakku masih menyusu, tak mau lepas. Entah sudah berapa lama.
Kubiarkan saja sampai aku ikut tertidur. Aku kembali bangun, rasanya sudah
siang sekali. Sederet pekerjaan rumah sudah mengisi kepalaku. Aku belum shalat subuh
pula. Aku langsung bangkit untuk shalat subuh. Meski aku ingat hari ini suamiku
libur tapi aku tetap bertekad tidak akan meninggalkan banyak pekerjaan rumah
untuknya.
Selepas shalat aku
menyalakan kompor untuk memasak air agar hangat untuk memandikan anakku nanti. Kubereskan
cucian piring. Kulihat kain pel sudah tergantung sepertinya suamiku sudah
mengepel lantai, dan memang lantai terasa lebih bersih karena memang suamiku
mengepel lebih bersih daripada aku. Lalu aku bergegas mandi. Kubuka mesin cuci
untuk mengeluarkan cucian bersih karena akan kujemur setelah selesai mandi. Ternyata
mesin cuci telah kosong. Entah jam berapa suamiku menjemur dan mengepel. Rasa bersalahku
menuduhnya bermain game sampai larut menyeruak didadaku. Kuperiksa jemuran, dan
ternyata sudah hampir kering. Pastinya semalam aku tertidur pulas dan suamiku
melakukan semuanya. Segera kuraih wajah suamiku yang masih mengantuk dan kucium
pipi dan keningnya. Lalu dia segera bangun.
“maaf, maaf aku
pulas sekali” katanya kaget sambil seketika bangun dari tempat tidur
“masih bisa tidur
lagi mas kalau mengantuk, maaf ya semalem aku ga tau kamu jemur dan ngepel,
makasih ya” aku menambahinya dengan cengiran.
Aku mempersiapkan
pakaian, susu dan makanan anakku, untuk sarapan suamiku aku titipkan ke kakskku
yang memang berjualan makanan untuk sarapan. Suamiku bergegas mandi, kutitipi
banyak pesan, dan aku berjanji akan pulang saat istirahat nanti. Suamiku terlihat
bahagia.
Di perjalanan
menuju kantor aku teringat beberapa hari sebelumnya, ketika hari libur dan aku
ingin bangun siang. Ternyata rumah sudah bersih, suamiku sudah menyapu,
mengepel, mencuci piring, mencuci botol dan pompa ASI-ku, menjemur pakaian
melipat pakaian kering. Aku bangun dengan malu dan segunung perasaan bersalah. Suamiku
hanya tertawa dan berdalih ia bangun kepagian.
Begitu baik
suamiku, sampai kakakku sering memujinya. Karena tangannya begitu ringan
membantuku. Bahkan pekerjaan rumah lebih beres ditangannya. Suamiku sangat
lihai menidurkan anakku, memandikannya, mencebokinya dan semuanya. Hampir semua
tugasku dia bisa melakukannya bahkan dengan lebih baik dan dengan begitu
bahagianya.
Suatu ketika aku
terbangun tengah malam. Dadaku sesak sekali, hatiku sangat gelisah. Kupandangi
wajah anakku, aku memohon pada Allah agar aku dikaruniai waktu yang cukup untuk
menjaganya, menemaninya, membimbingnya, aku ingin selalu menjaganya. Lalu
kupandangi suamiku yang tidur disisiku yang lain. Lalu aku memohon pada Allah
agar mengambilku dulu saja, jangan suamiku. Agar Allah mengkaruniai suamiku
kesehatan, keselamatan dan umur yang panjang lagi bermanfaat. Kupandangi wajahnya,
wajah yang tak pernah marah padaku, wajah yang selalu menggodaku. Kucium
keningnya, pipinya dan tangannya… ya Allah…betapa beruntungnya aku….